Halaman

Minggu, 04 Maret 2012

Pentingnya Imunisasi Untuk Bayi dan Balita

Hari ini saya ingin sharing ilmu pada para pembaca mengenai imunisasi. Minggu, 04 Maret 2012 saya mengikuti seminar nasional tentang "Imunisasi Lumpuhkan Generasi? (Pro & Kontra Imunisasi / Vaksinasi di Indonesia) " di gedung Convention Hall UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Ini merupakan topik yang sangat menarik untuk dibahas. Selain itu ini merupakan ilmu yang sangat bermanfaat bagi saya sebagai mahasiswa Akademi Kebidanan Yogyakarta. Dengan narasumber dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) (namun beliau tidak bisa hadir), dr. Joserizal Jurnalis, Sp.Ot, Mr. Jerry Duane Gray ( Tentara Amerika Serikat berkebangsaan Jerman), perwakilan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dinas Kesehatan DIY, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Antusias para peserta seminar yang awalnya hanya menampung 200 peserta saja. Namun dengan topik yang begitu menarik membuat peserta seminar berjumlah 900 lebih. Wow, begitu banyak para peserta dari berbagai golongan memenuhi gedung Convention Hall UIN Sunan Kalijaga. Diskusi pro & kontra ini semakin memanas ketika pertanyaan-pertanyaan dari audience. Ini merupakan seminar yang menarik yang pernah saya ikuti. Baiklah disini saya akan menyampaikan sedikit materi yang disampaikan pada seminar kesehatan ini dalam bentuk dialog.
Pentingnya Imunisasi 
Untuk Mencegah Wabah, Sakit Berat, Cacat dan Kematian Bayi Balita
  
 1. Bagaimana cara mencegah penyakit menular pada bayi dan balita?
Pencegahan umum : berikan ASI eksklusif, makanan pendamping ASI dengan gizi lengkap dan seimbang, kebersihan badan, pakaian, mainan, lingkungan serta penyediaan air bersih untuk makanan dan minuman.
Pencegahan spesifik : Imunisasi lengkap, karena dalam waktu 4-6 minggu setelah imunisasi akan timbul antibodi spesifik yang efektif mencegah penularan penyakit, sehingga tidak mudah tertular, tidak sakit berat, tidak menularkan pada bayi dan anak lain, sehingga tidak terjadi wabah dan tidak terjadi banyak kematian.
2. Benarkah imunisasi aman untuk bayi dan balita?
Benar. Saat ini 194 negara terus menerus melakukan imunisasi untuk bayi dan balita. Institusi resmi yang meneliti dan mengawasi vaksin di negara tersebut, umumnya terdiri dari dokter ahli penyakit infeksi, imunologi, mikrobiologi, farmakologi, epidemiologi, biostatistika dan lain-lain. Sampai saat ini tidak ada negara yang melarang imunisasi, justru semua negara berusaha meningkatkan cakupan imunisasi lebih dari 90% ( artinya lebih dari 90% anak/bayi telah mendapat imunisasi).
3. Benarkah di semua negara ada institusi resmi yang mengawasi program imunisasi?
Benar. Contohnya di Indonesia terdapat banyank institusi  yang mengawasi program imunisasi antara lain BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan), Litbangkes, Subdit Surveilans dan Epidemiologi Kemkes, Indonesia Technical Advisory Group for Immunization (ITAGI), Komnas/Komda Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, dan lain-lain. Institusi semacam ini yang mengawasi program imunisasi di negara masing-masing. Semua institusi dan badan tersebut menyatakan bahwa imunisasi aman, dan bermanfaat untuk mencegah penularan penyakit berbahaya.
4. Benarkah di semua vaksin terdapat zat-zat berbahaya yang dapat merusak otak?
Tidak benar. Isu tersebut karena "ilmuwan" tersebut diatas tidak mengerti isi vaksin, manfaat dan batas keamanan zat-zat di dalam vaksin. Contoh: Merkuri yang berbahaya untuk kesehatan adalah METIL merkuri. Di dalam vaksin tidak ada metil merkuri, hanya ada ETIL merkuri yang tidak berbahaya karena sifat etil merkuri sangat berbeda dengan metil merkuri. Jumlah etil merkuri yang ada dalam zat timerosal yang masuk ke tubuh bayi melalui vaksin pun sangat sedikit sekitar 150 mcg/kgbb/6 bulan, atau sekitar 6 mcg/kgbb/minggu, sedangkan batas aman menurut WHO adalah jauh lebih banyak (159 mcg/kgbb/minggu). Oleh karena itu vaksin yang mengandung etil merkuri dosis sangat rendah dinyatakan aman oleh WHO dan badan-badan pengawasan lainnya.
5. Benarkah vaksin terbuat dari nanah, dibiakkan di janin anjing, babi, manusia yang sengaja digugurkan?
Tidak benar. Isu itu bersumber dari "ilmuwan" 50 tahun yang lalu (tahun 1961-1962). Teknologi pembuatan vaksin berkembang sangat pesat dan sangat jauh berbeda dengan pembuatan vaksin 1950an. Sekarang tidak ada vaksin yang terbuat dari nanah atau dibiakkan embrio anjing, babi atau manusia.
6.  Benarkah vaksin mengandung lemak babi?
Tidak benar. Pada proses penyemaian induk bibit vaksin tertentu 15-20 tahun yang lalu, ketika proses panen bibit vaksin tersebut bersinggungan dengan tripsin pankreas babi untuk melepaskan induk vaksin dari persemaiannya. Tetapi induk bibit vaksin tersebut kemudian dicuci dan dibersihkan total dengan cara ultrafilterisasi ratusan kali, sehingga pada vaksin yang diteteskan atau disuntikan pada bayi balita tidak mengandung tripsin babi. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan khusus. Atas dasar itu menurut Majelis Ulama Indonesia vaksin itu boleh dipakai, selama belum ada penggantinya. Contohnya: vaksin meningokokus haji diwajibkan oleh Saudi Arabia bagi semua jemaah haji untuk mencegah radang otak karena meningokokus.
7. Benarkah vaksin yang dipakai di Indonesia buatan Amerika?
Tidak benar. Vaksin yang digunakan oleh program imunisasi di Indonesia adalah buatan PT Biofarma Bandung, pabrik vaksin yang telah berpengalaman selama 120 tahun. Proses penelitian dan pembuatannya mendapat pengawasan ketat dari ahli-ahli vaksin WHO. Vaksin-vaksin tersebut juga diekspor ke 120 negara lain, termasuk 36 negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam.
8. Benarkah vaksin Program Imunisasi di Indonesia juga dipakai oleh 36 negara Islam?
Benar. Vaksin yang digunakan oleh program imunisasi di Indonesia adalah buatan PT Biofarma Bandung. Vaksin-vaksin tersebut dibeli dan dipakai oleh 120 negara, 36 negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam.
9. Benarkah isu progam imunisasi gagal, karena setelah diimunisasi bayi balita masih bisa tertular penyakit tersebut?
Tidak benar program imunisasi gagal. Perlindungan vaksin memang tidak 100%. Bayi dan balita yang telah diimunisasi masih bisa tertular penyakit, tetapi jauh lebih ringan dan tidak berbahaya. Sedangkan bayi balita yang belum diimunisasi lengkap bisa tertular penyakit tersebut bisa sakit berat, cacat, atau meninggal.
10. Bisakah ASI,gizi, suplemen herbal menggantikan imunisasi ?
Tidak ada satupun badan penelitian di dunia yang menyatakan ASI, gizi, suplemen herbal bisa menggantikan imunisasi, karena kekebalan yang dibentuk sangat berbeda. ASI, gizi, suplemen herbal, kebersihan akan memperkuat pertahanan tubuh secara umum, namun tidak membentuk kekebalan spesifik terhadap kuman tertentu yang berbahaya. Kalau jumlah kuman banyak dan ganas, perlindungan umum tidak mampu melindungi bayi, sehingga masih bisa sakit berat, cacat atau mati. Oleh karena itu di negara-negara dengan gizi baik dan lingkungan bersih tetap melakukan program imunisasi dengan cakupan lebih dari 85% bayi balita. Vaksin akan merangsang pembentukan kekebalan spesifik (disebut antibodi) terhadap kuman, virus atau racun kuman tertentu. Setelah antibodi terbentuk akan bekerja lebih cepat, efektif, efisien untuk mencegah penularan penyakit berbahaya.
11. Bolehkah selain diberikan imunisasi, ditambah dengan suplemen gizi, herbal dll?
Boleh. Selain diberi imunisasi, bayi tetap diberi ASI eksklusif, makanan pendamping ASI dengan gizi lengkap dan seimbang, kebersihan badan, makanan, minuman, pakaian, mainan, dan lingkungan. Suplemen diberikan sesuai kebutuhan individual yang bervariasi. Selain itu bayi harus mendapat perhatian dan kasih sayang dan stimulasi bermain untuk mengembangkan kecerdasan, keatifitas, dan perilaku yang baik.
Mari kita cegah penularan penyakit, wabah, sakit berat, cacat dan kematian bayi dan balita dengan imunisasi dasar lengkap, untuk membangun generasi muda Indonesia yang sehat dan sejahtera.

Sumber: materi Seminar Kesehatan Tingkat Nasional tentang "Imunisasi Lumpuhkan Generasi?" oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) di gedung Convention Hall UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar